header pta Baru

MENELADANI KEDERMAWANAN SUAMI ISTERI YANG DIABADIKAN DALAM AL-QUR’AN

Written by Saiful Imran on . Posted in Kuala Pembuang

Written by Saiful Imran on . Hits: 622Posted in Kuala Pembuang

MENELADANI KEDERMAWANAN SUAMI ISTERI 

YANG DIABADIKAN DALAM AL-QUR’AN 

(Tausyaiah Ramadhan oleh : M. Ikhwan)

 

 

Kuala Pembuang│pa-kualapembuang.go.id

PA.KUALAPEMBUANG Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Q.S. Al-Insan : 8 - 9.

 

Memasuki hari ke dua belas di bulan suci Ramadhan 1441 H, sebagaimana biasanya setelah melakukan shalat Dzuhur, maka agenda berikutnya adalah penyampaian kultam atau tausyiah agama secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting guna memberikan pencerahan dan saling nasehat menasehati dalam kebenaran. Tausyiah Ramadhan bertepatan pada hari Selasa tanggal 05 mei 2020 tersebut disampaikan oleh Muhamad Ikhwan Panitera Pengadilan Agama Kuala Pembuang dengan dipandu oleh pembawa acara bernama Maedi Sandi selaku tenaga honorer.

Dalam tausyiahnya ia mengungkapkan asbabul nuzul dari Q.S. Al-insan : 8 s/d 9 tersebut, mantan menururut beliau saat masih kecil, Hasan dan Husain, kedua putra Imam Ali bin Abi Thalib jatuh sakit tatkala penyakit keduanya semakin parah, Imam Ali dan isterinya Fatimah bernazar; apabila kedua putranya sembuh, mereka akan berpuasa selama tiga hari.

Suatu hari, Imam Ali mendatangi rumah seorang Yahudi untuk bekerja mengambil upah memintal wol dengan upah tiga sha’ gandum. Dan saat kedua putranya sembuh. Imam Ali dan Sayyidah Fathimah pun akhirnya menepati nazarnya berpuasa selama tiga hari.

Pada hari pertama, Fathimah menggiling satu sha’ gandum untuk membuat roti. Sembari menunggu saat berbuka, tiba-tiba pintu rumah mereka diketuk seseorang. Ali membukanya dan menjumpai seorang lelaki miskin meminta sedekah. Lalu Fathimah segera memberikan roti mereka kepada lelaki renta tersebut. 

Pada hari berikutnya, mereka menggiling satu sha’ gandum dan mengolahnya menjadi roti. Menjelang Maghrib, seorang anak yatim datang ke rumah mereka meminta makanan untuknya dan saudara-saudaranya yang masih kecil. Imam Ali dan Fathimah pun memberikan makanan yang ada. 

Untuk melengkapi nazarnya, mereka berpuasa pada hari ketiga. Tiba-tiba seorang tawanan mengetuk pintu rumahnya untuk meminta sedekah. Mereka pun melakukan hal yang sama dengan dua hari sebelumnya. Tentu saja, mereka menjadi lemah karena sangat lapar.

Pada hari berikutnya Imam Ali dan Fatimah membawa kedua putranya Hasan dan Husein menemui kakeknya Rasulullah SAW, dengan berjalan tertatih-tatih karena tidak makan selama tiga hari berturut-turut. Melihat kondisi putrinya fatimah dan kedua cucunya Hasan dan Husain yang sangat lemah dan cekung matanya, Nabi SAW menangis sambil memeluk mereka. Saat itulah Malaikat Jibril menurunkan surah Al-Insan.

Meskipun ayat ini diturunkan berkenaan dengan Syaidina Ali dan Fatimah, namun ayat tersebut juga ditujukan kepada kita untuk meneladani mereka. Sifat tamak terhadap materi duniawi adalah penyakit hati yang akan menjerumuskan kita pada kebinasaan.

Menurut-nya membiasakan diri untuk mau berbagi itu tidaklah mudah, Syaidina Ali dan Fatimah mencontohkan kepada kita bahwa berbagi itu tidak harus menunggu saat kita berkelebihan, berbagi tidak harus menunggu kita kaya, berbagi tidak harus menunggu kita serba berkelebihan, namun berbagilah dengan apa yang kita miliki. bahkan bersedakah tidak harus menunggu saat hati ikhlas, andai saja kita tidak memaksa serta membiasakan diri untuk mau bersedakah niscaya kita akan menjadi orang kikir selamanya.

Bahkan Nabi SAW menyebut “Orang bakhil itu musuh Allah, walau ia seorang yang Alim”. Seorang yang sudah meninggal saja bermohon kepada Allah agar menunda kematiannnya agar ia bisa kembali bersedekah, sebagaimana yg diabadikan Allah dalam {QS. Al Munafiqun : 10}.

Wahai Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda kematian-ku sedikit waktu lagi, niscaya aku akan bersedekah …” 

Selanjutnya ia mengungkapkan bahwa “bersedekah bisa saja dilakukan secara terang-terangan agar orang lain mengikutinya, atau secara diam-diam, karena Allah Maha mengetahui dan Nabi SAW melakukannya. Karena yang tidak boleh itu diam-diam kita tidak bersedekah”.  

Di akhir tausyiahnya Muhamad Ikhwan, menyampaikan kesimpulan, sebagai berikut :

1). Berbagi tidak harus menunggu saat kita berkelebihan, karena itu berbagilah dengan sesuatu yang kita punya dan miliki.

2). Mari jadikan momentum Ramadhan untuk melakukan intropeksi diri agar kita bisa melihat segala kekurangan dan kealpaan yang ada pada diri kita.

3). Jauhi persangkaan buruk, karena ia adalah ucapan yang paling dusta dan jangan pernah mendengar ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka.

Hubungi Kami

Kantor Pengadilan Tinggi Agama Palangka Raya

Jl. Cilik Riwut Km. 4.5 (73112) Palangka Raya 73112 Telp (0536) 3222837 Fax (0536) 3231746

Tautan ke Situs Sosial Media