header pta Baru

Prosedur Berperkara

Written by Super User on . Posted in Layanan Hukum

Written by Super User on . Hits: 6163Posted in Layanan Hukum

  • Tingkat Pertama
  • Upaya Hukum Verzet
  • Tingkat Banding
  • Kasasi
  • Peninjauan Kembali
  • prosedur mediasi
  • prosedur pengambilan produk pengadilan

Penyelesaian Perkara Tingkat Pertama

PENDAFTARAN PERKARA

Pertama :
Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah dengan membawa surat gugatan atau permohonan.

Kedua :
Pihak berperkara menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, minimal 2 (dua) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat.

Ketiga :
Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor : 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Catatan :

  • Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat.
  • Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR.
  • Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.

Keempat :
Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).

Kelima :
Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Ketujuh :
Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.

Kedelapan :
Pihak berperkara datang ke loket layanan Bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.

Kesembilan :
Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan  Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.

Kesepuluh :
Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.

Kesebelas :
Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Keduabelas :
Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.

Ketigabelas :
Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.

Pendaftaran Selesai
Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).

PERKARA CERAI TALAK

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya:

  1. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989);
  2. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);
  3. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
  4. Permohonan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah :
    a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
    b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
    c. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989);
    d. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).
  5. Permohonan tersebut memuat :
    a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
    b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
    c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
  6. Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989).
  7. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara

  1. Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan agama/mahkamah syariah
  2. Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan.
  3. Tahapan persidangan :
    a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
    b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
    c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg);
  4. Putusan pengadilan agama/mahkamah syariah atas permohonan cerai talak sebagai berikut :
    a. Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;
    b. Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;
    c. Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
  5. Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka:
    a. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak;
    b. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak;
    c. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 Tahun 1989).
  6. Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).

PERKARA CERAI GUGAT

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya:

  1. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989);
  2. Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syariah tentang tata cara membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);
  3. Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
  4. Gugatan tersebut diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah :
  5. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974);
  6. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989);
  7. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989).
  8. Permohonan tersebut memuat ; a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon; b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum); c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
  9. Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989).
  10. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).
  11. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara

  1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah.
  2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan
  3. Tahapan persidangan :
    a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
    b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
    c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg);
  4. Putusan pengadilan agama/mahkamah syariah atas permohonan cerai gugat sebagai berikut
    a. Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;
    b. Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah tersebut;
    c. Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
  5. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera pengadilan agama/mahkamah syar’iah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.

 

Prosedur Berperkara Permohonan Itsbat Nikah (Voluntair)

  1. Permohonan isbat nikah dapat di ajukan oleh suami isteri, atau salah satunya, anak, wali nikah, atau pihak lain yang berkepentingan yang ditujukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon.
  2. Pengajuan isbat nikah dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan/permohonan perceraian.  Permohonan isbat nikah adalah termasuk perkara voluntair, tetapi jika salah seorang suami atau isteri meninggal dunia, maka permohonan perkara isbat nikah seperti ini termasuk kontentius, dan semua ahli warisnya harus dijadikan “pihak”.Permohonan penguasaan anak/hadhanah, nafkah anak, dan pembagian harta bersama dapat  diajukan bersama-sama dengan permohonan perceraian.
  3. Pihak Pemohon yang mengajukan isbat nikah, terlebih dahulu harus membayar panjar biaya perkara melaui Bank yang jumlahnya sesuai dengan taksiran meja 1 seperti tersebut dalam SKUM. Bagi yang tidak mampu membayar biaya perkara, dapat mengajukannya dengan Cuma-Cuma/prodeo.
  4. Setelah pembayaran panjar biaya perkara dilakukan, kemudian pemohon mendaftarkan perkaranya ke Pengadilan Agama dengan melampirkan bukti slip pembayarkan lewat  Bank tersebut, dan selanjutnya pemohon pulang dan menunggu panggilan sidang.
  5. Ketua Pengadilan Agama, membuatkan PMH dan majelis hakim yang ditetapkan harus segera membuatkan PHS/ penetapan hari sidang, yang sebelumnya diumumkan dalam waktu 14 hari melalui radio. Dan setelah 14 hari  diumumkan itu, baru sidang dapat dilakukan, dan pemohon dipanggil oleh juru sita untuk menghadiri sidang itu,  minimal 3 hari kerja sebelum  sidang  dilaksanakan.
  6. Jika permohonan dikabulkan, Pengadilan Agama akan mengeluarkan Penetapan,  salinan penetapan ini dapat diambil dalam jangka waktu setelah 14 hari dari sidang pembacaan penetapat tersebut/sidang berakhir.
  7. Salinan Penetapan dapat diambil sendiri atau mewakilkan kepada orang lain dengan surat kuasa, dan selanjutnya salinan penetapan ini dibawa dan diserahkan kepada Kantor KUA tempat tinggal pemohon, untuk dicatatkan dalam register dan menggantikannya dengan Buku Nikah.

 

Mekanisme Pendaftaran Gugatan Sederhana

Penggugat mendaftarkan gugatannya di kepaniteraan pengadilan. Gugatan dapat ditulis oleh penggugat atau dengan mengisi blanko gugatan yang telah disediakan di kepaniteraan. Blanko gugatan berisi keterangan mengenai:

  1. Identitas penggugat dan tergugat;
  2. Penjelasan ringkas duduk perkara; dan
  3. Tuntutan penggugat.

Pada saat mendaftarkan gugatan, penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisasi.

Tahapan Penyelesaian Gugatan Sederhana

Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:

  1. Pendaftaran;
  2. Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
  3. Penetapan hakim dan penunjukan panitera pengganti;
  4. Pemeriksaan pendahuluan;
  5. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
  6. Pemeriksaan sidang dan perdamaian;
  7. Pembuktian; dan
  8. Putusan

Lama Penyelesaian Gugatan Sederhana

Gugatan sederhana diselesaikan paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama.

Peran Hakim dalam Gugatan Sederhana

Peran hakim dalam penyelesaian perkara gugatan sederhana meliputi:

  • Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak;
  • Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan;
  • Menuntun para pihak dalam pembuktian; dan
  • Menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.

Perdamaian dalam Gugatan Sederhana

Dalam gugatan sederhana, hakim akan mengupayakan perdamaian dengan memperhatikan batas waktu yang telah ditetapkan (25 hari). Upaya perdamaian yang dimaksud mengecualikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung mengenai prosedur mediasi. Jika tercapai perdamaian, hakim akan membuat putusan akta perdamaian yang mengikat para pihak. Terhadap putusan akta tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum.

Upaya Hukum Keberatan

Upaya hukum terhadap putusan gugatan sederhana dapat dilakukan dengan mengajukan keberatan. Keberatan diajukan kepada ketua pengadilan dengan menandatangani akta pernayataan keberatan kepada panitera disertai alasan-alasannya.

Permohonan keberatan diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Permohonan keberatan diajukan kepada ketua pengadilan dengan mengisi blanko permohonan keberatan yang disediakan di kepaniteraan.

Keberatan adalah upaya hukum terakhir sehingga putusan hakim di tingkat keberatan bersifat final. Artinya tidak dapat diajukan upaya hukum apapun termasuk banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

Lama Penyelesaian Keberatan

Putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal penetapan majelis hakim. Dalam memutus permohonan keberatan, majelis hakim mendasarkan kepada:

  • Putusan dan berkas gugatan sederhana;
  • Permohonan keberatan dan memori keberatan; dan
  • Kontra memori keberatan.

Peran Kuasa Hukum

Pada prinsipnya, para pihak dapat memberikan kuasa dan mendapatkan bantuan hukum dari kuasa hukum. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

  1. Kuasa hukum berdomisili pada daerah hukum pengadilan yang mengadili perkara anda.
  2. Pendampingan oleh kuasa hukum tidak menghilangkan kewajiban para pihak untuk hadir di persidangan.

PERKARA GUGATAN LAINNYA

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat :

  1. Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg).
  2. Gugatan diajukan kepada pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah :
  3. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat;
  4. Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
  5. Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah, yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu pengadilan agama/ mahkamah syar'iyahyag dipilih oleh Penggugat (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg.)
  6. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo. Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg.)
  7. Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan pengadilan agama/ mahkamah syar'iyah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg.

 

BROSUR Prosedur dan Proses hal1

BROSUR Prosedur dan Proses hal2

Read More

Verzet adalah Perlawanan Tergugat atas Putusan yang dijatuhkan secara Verstek.

Tenggang Waktu untuk mengajukan Verzet/Perlawanan :

  1. Dalam waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan (Pasal 129 (2) HIR).
  2. Sampai hari ke 8 setelah teguran seperti dimaksud Pasal 196 HIR; apabila yang ditegur itu datang menghadap.
  3. Kalau tidak datang waktu ditegur sampai hari ke 8 setelah eksekutarial (pasal 129 HIR). (Retno Wulan SH. hal 26).

Perlawanan terhadap Verstek, bukan perkara baru

Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula. Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, tetapi tiada lain merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No. 494K/Pdt/1983 mengatakan dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai Penggugat (Yahya Harahap, Hukum acara Perdata, hal. 407).

Pemeriksaan Perlawanan (Verzet)

  1. Pemeriksaan berdasarkan gugatan semula.
    1. Dalam Putusan MA No. 938K/Pdt/1986, terdapat pertimbangan sebagai berikut:
      1. Substansi verzet terhadap putusan verstek, harus ditujukan kepada isi pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan/penggugat asal.
      2. Verzet yang hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran pelawan/tergugat asal menghadiri persidangan, tidak relevan, karena forum untuk memperdebatkan masalah itu sudah dilampaui.
    2. Putusan verzet yang hanya mempertimbangkan masalah sah atau tidak ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan sidang adalah keliru. Sekiranya pelawan hanya mengajukan alasan verzet tentang masalah keabsahan atas ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan, Pengadilan yang memeriksa verzet harus memeriksa kembali gugatan semula, karena dengan adanya verzet, putusan verstek mentah kembali, dan perkara harus diperiksa sejak semula.
  2. Surat Perlawanan sebagai jawaban tergugat terhadap dalil gugatan. 
    Berdasarkan Pasal 129 ayat (3) HIR, perlawanan diajukan dan diperiksa dengan acara biasa yang berlaku untuk acara perdata. Dengan begitu, kedudukan pelawan sama dengan tergugat. Berarti surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan kepada PA, pada hakikatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121 ayat (2) HIR. Kualitas surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet dianggap sebagai jawaban pada sidang pertama. (Yahya Harahap,Hukum acara Perdata, hal 409-410).
Read More

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon banding:

  1. Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah dalam tenggang waktu:
    1. 14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengucapan putusan, pengumuman/pemberitahuan putusan kepada yang berkepentingan;
    2. 30 (tiga puluh) hari bagi Pemohon yang tidak bertempat di kediaman di wilayah hukum pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang memutus perkara tingkat pertama. (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947).
  2. Membayar biaya perkara banding (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947, Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989);
  3. Panitera memberitahukan adanya permohonan banding (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947);
  4. Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan Termohon banding dapat mengajukan kontra memori banding (Pasal 11 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1947);
  5. Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat surat-surat berkas perkara di kantor pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947);
  6. Berkas perkara banding dikirim ke pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterima perkara banding;
  7. Salinan putusan banding dikirim oleh pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak;
  8. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menyampaikan salinan putusan kepada para pihak;
  9. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera:
    1. Untuk perkara cerai talak:
      1. Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon.
      2. Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
    2. Untuk perkara cerai gugat:
      Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

Proses Penyelesaian Perkara Banding:

  1. Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register;
  2. Ketua pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi membuat Penetapan Majelis Hakim yang akan memeriksa berkas;
  3. Panitera menetapkan panitera pengganti yang akan membantu majelis;
  4. Panitera pengganti menyerahkan berkas kepada ketua majelis;
  5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Tinggi;
  6. Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding;
  7. Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui pengadilan tingkat pertama.
Read More

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Kasasi:

  1. Mengajukan permohonan kasasi secara tertulis atau lisan melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang memutus perkara dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah penetapan/putusan pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi diberitahukan kepada Pemohon (Pasal 46 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004).
  2. Membayar biaya perkara kasasi (Pasal 46 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004).
  3. Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan, selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar.
  4. Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonannya didaftar (Pasal 47 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004).
  5. Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori kasasi kepada pihak lawan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi (Pasal 47 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004).
  6. Pihak lawan dapat mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Mahkamah Agung selambat- lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi (Pasal 47 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004).
  7. Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas kasasi kepada Mahkamah Agung selambat- lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi dan jawaban memori kasasi (Pasal 48 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004).
  8. Panitera Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk selanjutnya disampaikan kepada para pihak.
  9. Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera:
    1. Untuk perkara cerai talak:
      1. Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil kedua belah pihak.
      2. Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari.
    2. Untuk perkara cerai gugat: Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

Proses Penyelesaian Perkara Kasasi :

  1. Permohonan kasasi diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara kasasi.
  2. Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon kasasi bahwa perkaranya telah diregistrasi.
  3. Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara kasasi.
  4. Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada panitera pengganti yang menangani perkara tersebut.
  5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.
  6. Majelis Hakim Agung memutus perkara.
  7. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan kasasi.
Read More

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (PK):

  1. Mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah.
  2. Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan/putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak diketemukan bukti adanya kebohongan/bukti baru, dan bila alasan Pemohon PK berdasarkan bukti baru (Novum), maka bukti baru tersebut dinyatakan di bawah sumpah dan disyahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 69 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004)
  3. Membayar biaya perkara PK (Pasal 70 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2004, Pasal 89 dan 90 UU No. 7 Tahun 1989).
  4. Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari.
  5. Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK.
  6. Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke MA selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari.
  7. Panitera MA menyampaikan salinan putusan PK kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah.
  8. Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari.
  9. Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera:
    1. Untuk perkara cerai talak:
      1. Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon.
      2. Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari.
    2. Untuk perkara cerai gugat : Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.

Proses Penyelesaian Perkara :

  1. Permohonan kasasi diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara kasasi.
  2. Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon kasasi bahwa perkaranya telah diregistrasi.
  3. Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara kasasi.
  4. Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada panitera pengganti yang menangani perkara tersebut.
  5. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.
  6. Majelis Hakim Agung memutus perkara.
  7. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan kasasi.
Read More

Prosedur Mediasi Peradilan Agama

(PERMA NOMOR I TAHUN 2008)

  1. Tahap Pra Mediasi
    1. Pada Hari Sidang Pertama yang dihadiri kedua belah pihak Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi;
    2. Hakim Menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan proses mediasi paling lama 40 Hari Kerja;
    3. Hakim menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang bersengketa. Para pihak memilih Mediator dari daftar nama yang telah tersedia, pada hari Sidang Pertama atau paling lama 2 hari kerja berikutnya;
    4. Apabila dalam jangka waktu tersebut dalam point 4 para pihak tidak dapat bersepakat memilih Mediator yang dikehendaki;
    5. Ketua Majelis Hakim segera menunjuk Hakim bukan pemeriksa pokok perkara untuk menjalankan fungsi Mediator;

  2. Tahap Proses Mediasi.
    1. Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk Mediator yang disepakati atau setelah ditunjuk oleh Ketua Majelis Hakim, masing – masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada Hakim Mediator yang ditunjuk;
    2. Proses Mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak Mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh Majelis Hakim;
    3. Mediator wajib memperseiapkan jadwal pertemuan Mediasi kepada para pihak untuk disepakati;
    4. Apabila dianggap perlu Mediator dapat melakukan “Kaukus”. Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah Gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau Kuasa Hukumnya telah 2 kali berturut – turut tidak menghadiri pertemuan Mediasi sesuai jadwal yang telah disepakati tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.

  3. Mediasi Mencapai Kesepakatan
    1. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian maka wajib dirumuskan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak dan Mediator;
    2. Jika mediasi diwakili oleh Kuasa Hukum para maka pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atau kesepakatan yang dicapai;
    3. Para pihak wajib menghadap kembali kepada Hakim pada hari Sidang yang telah ditentukan untuk memberi tahukan kesepakatan perdamaian tersebut;
    4. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada Hakim untuk dikuatkan dalam bentuk “Akta Perdamaian”;
    5. Apabila para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta perdamaian maka harus memuat clausula pencabutan Gugatan dan atau clausula yang menyatakan perkara telah selesai.

  4. Mediasi Tidak Mencapai Kesepakatan
    1. Jika Mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, Mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan tersebut kepada Hakim;
    2. Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara Hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan Putusan;
    3. Jika mediasi gagal, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan.

  5. Tempat Penyelenggaraan Mediasi
    1. Mediator Hakim tidak boleh menyelenggarakan Mediasi diluar Pengadilan;
    2. Penyelenggaraan mediasi disalah satu ruang Pengadilan Agama tidak dikenakan biaya.

  6. Perdamaian di tingkat Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali
    1. Para pihak yang bersepakat menempuh perdamaian di tingkat Banding / Kasasi / Peninjauan Kembali wajib menyampaikan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama yang mengadili;
    2. Ketua Pengadilan Agama yang mengadili segera memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama (bagi perkara Banding) atau Ketua Mahkamah Agung (bagi perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali) tentang kehendak para pihak untuk menempuh perdamaian. Hakim Banding / Kasasi / Peninjauan Kembali wajib menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14 hari kerja sejak menerima pemberitahuan tersebut;
    3. Para pihak melalui Ketua Pengadilan Agama dapat mengajukan Kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada Majelis Hakim Banding / Kasasi / Peninjauan Kembali untuk dikuatkan dalam Akta perdamaian. Akta perdamaian ditanda tangani oleh Majelis Hakim Banding / Kasasi / Peninjauan Kembali dalam waktu selambat – lambatnya 30 hari kerja sejak dicatat dalam Register Induk Perkara.
Read More

Prosedur Pengambilan Akta Cerai

Akta cerai merupakan akta otentik yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti telah terjadi perceraian. Akta cerai bisa diterbitkan jika gugatan dikabulkan oleh majelis hakim dan perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding. Dalam hal pihak tidak hadir, maka perkara baru inkracht terhitung 14 hari sejak pemberitahuan isi putusan disampaikan kepada pihak yang tidak hadir dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).

Syarat  mengambil Akta Cerai:
1. Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud.
2. Memperlihatkan identitas diri baik KTP/domisili ataupun SIM.
3. Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Akta Cerai Rp.10.000,- (Sepuluh ribu rupiah).
4. Jika menguasakan kepada orang lain untuk mengambil akta cerai, maka  di samping fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa, juga menyerahkan Asli Surat Kuasa bermeterai 6000 yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat.

Prosedur Pengambilan Salinan Putusan

Syarat mengambil Salinan Putusan;

1. Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud.

2. Memperlihatkan KTP Asli dan menyerahkan fotokopinya.

3. Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) :

Biaya salinan @lembar Rp. 500 (Tiga ratus rupiah perlembar)

Read More

Hubungi Kami

Kantor Pengadilan Tinggi Agama Palangka Raya

Jl. Cilik Riwut Km. 4.5 (73112) Palangka Raya 73112 Telp (0536) 3222837 Fax (0536) 3231746

Tautan ke Situs Sosial Media