195. PA Muara Teweh Mengikuti Seminar Nasional Kepailitan
PA Muara Teweh Mengikuti Seminar Nasional Kepailitan
Muara Teweh | pa-muarateweh.go.id
Jum'at, 18 Oktober 2024, Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Panitera, beserta tenaga teknis Pengadilan Agama Muara Teweh mengikuti Seminar Nasional Kepailitan Syariah yang diselenggarakan oleh Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI). PA Muara Teweh mengikuti acara ini secara virtual melalui zoom meeting bertempat di ruang media center PA Muara Teweh yang dimulai pada pukul 13.00 WIB.
Tema dari Seminar Nasional Kepailitan Syariah tersebut adalah "Quo Vadis Kepailitan Ekonomi Syariah". Adapun maksud dan tujuan kegiatan tersebut adalah : 1) menjelaskan problematika dan peta jalan (roadmap) tentang kepailitan syariah di Indonesia, 2) merumuskan isu-isu syariah dalam hukum materil tentang kepailitan syariah di Indonesia, 3) menghimpun berbagai perspektif tentang kepailitan syariah dari para pakar (akademisi, praktisi, regulator dan ulama).
Gambaran umum yang dijabarkan oleh HISSI adalah sebagai berikut :
- Penyelesaian sengketa kepailitan syariah masih menyisakan pergolakan pemikiran di antara para akademisi dan praktisi hukum ekonomi syariah. Disebabkan adanya dualisme regulasi yang menjadi rujukan oleh para pihak dalam proses kepailitan yaitu, Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kedua aturan ini memiliki perspektifnya masing-masing yang menimbulkan tidak terciptanya kepastian hukum.
- Dualisme ini melahirkan tanda tanya besar, siapakah pihak yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa kepailitan? Apakah Pengadilan Niaga atau Pengadilan Agama Pengadilan Niaga berwenang berdasarkan Undang-undang Nomor 37/2004 sebagai tempat menyelesaikan sengketa kepailitan tanpa mengklasifikasikannya pada perkara konvensional maupun syariah. Sedamgkan Pengadilan Agama berwenang atas sengketa kepailitan syariah sebab kepailitan merupakan bagian dari” sengketa keperdataan” yang merupakan yurisdiksi dari Pengadilan Agama.
- Selain sisi kewenangan, isu yang senter dibicarakan yakni pada ruang lingkup ekonomi syariah pada Undang-undang Nomor 3/2006. Apabila sengketa syariah dimaknai menjadi bagian dari ekonomi syariah maka seluruh sengketa keperdataan termasuk kepailitan harus diselesaikan di Pengadilan Agama baik perusahaan yang bergerak pada bidang usaha syariah maupun perusahaan non syariah yang mendapatkan pembiayaan dari perbankan syariah, sebab perusahaan-perusahaan tersebut dianggap telah menundukkan diri pada ketentuan hukum Islam.
- Akan tetapi, jika perspektif di atas diimplementasikan, dapat menimbulkan problem yang berkaitan dengan kreditur lain. Sebagai contoh, suatu perusahaan non syariah yang mendapatkan pembiayaan dari perbankan syariah, dipailitkan, namun perusahaan tersebut turut mendapatkan kredit dari perbankan konvensional dengan jumlah yang lebih besar dibanding pembiayaannya di bank syariah, apakah tetap diterapkan mekanisme kepailitan syariah? atau mengikuti mayoritas kreditur yang berakibat pada terabaikannya prinsip-prinsip akad.
Agar tidak larut menjadi bola panas yang senantiasa bergulir tanpa titik akhir, segenap ilmuwan, praktisi, akademisi serta pihak-pihak yang berkepentingan perihal kepailitan syariah, perlu diadakan diskusi yang progresif untuk menyelesaikan masalah ini.
(tan)