Harap Tunggu...

» Palangka Raya » PA Palangka Raya Soroti Pesan Dirjen Badilag Terkait Tren Dispensasi Kawin dan Ancaman Perkawinan Anak di Bawah Tangan
PA Palangka Raya Soroti Pesan Dirjen Badilag Terkait Tren Dispensasi Kawin dan Ancaman Perkawinan Anak di Bawah Tangan
  

PA Palangka Raya Soroti Pesan Dirjen Badilag Terkait Tren Dispensasi Kawin dan Ancaman Perkawinan Anak di Bawah Tangan

www.pa-palangkaraya.go.id | Pengadilan Agama Palangka Raya ikut menyoroti dan mendukung penuh pesan penting yang disampaikan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) MA RI, Drs. H. Muchlis, S.H., M.H., dalam Seminar Internasional di Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Rabu (29/10/2025). Seminar tersebut membahas isu strategis mengenai batas usia perkawinan dan upaya pencegahan perkawinan anak di Indonesia.

Dalam paparannya berjudul “Historis dan Dampak Penyesuaian Usia Perkawinan terhadap Perkara Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama & Strategi Pencegahan Perkawinan Anak”, Dirjen Badilag mengungkap tren penting: angka dispensasi kawin secara nasional menunjukkan penurunan, tetapi di sisi lain, potensi meningkatnya perkawinan anak tidak tercatat menjadi ancaman yang harus diwaspadai.

Pasca perubahan UU Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974 menjadi UU No. 16 Tahun 2019), angka permohonan dispensasi kawin sempat melonjak hingga 64.196 perkara pada 2019. Namun tren berikutnya menunjukkan penurunan signifikan. Pada 2024 tercatat 32.400 perkara, sementara hingga September 2025 angka sementara berada pada 19.790 perkara.

Meski demikian, beliau menekankan bahwa penurunan ini tidak boleh membuat masyarakat lengah. Data BPS 2024 menunjukkan 5,90% perempuan usia 20–24 tahun menikah pertama kali di bawah usia 18 tahun, dan beberapa provinsi masih mencatat angka tinggi, seperti NTB (14,96%) dan Papua Selatan (14,40%).

“Potensi perkawinan anak di bawah tangan sangat besar. Banyak pasangan memilih menikah siri setelah dispensasi ditolak atau dianggap prosesnya ribet,” jelasnya.

Data Dukcapil menyebutkan 34 juta pasangan suami istri tidak tercatat, yang berpotensi menyimpan banyak kasus perkawinan anak.

Badilag juga memaparkan profil pemohon dispensasi. Mayoritas adalah perempuan usia 16–17 tahun, dengan alasan yang dominan:

  • Menghindari zina (59% pada 2024, 56% pada 2025),
  • Hamil (31% pada 2024, 34% pada 2025).
  • Alasan ekonomi serta adat/dijodohkan tercatat sangat kecil secara persentase.
  • Dilema Pengadilan dan Strategi Pencegahan

Beliau mengakui adanya dilema dalam penanganan dispensasi kawin. Mengabulkan permohonan kerap menjadi pilihan untuk mencegah terjadinya perkawinan tidak tercatat yang justru lebih berbahaya bagi anak.

PA Palangka Raya menyambut baik paparan Dirjen Badilag dan menilai materi tersebut sangat relevan dengan kondisi di lapangan. Pengadilan Agama sebagai ujung tombak penyelesaian perkara keluarga terus berkomitmen memastikan setiap permohonan dispensasi dinilai secara matang, komprehensif, dan berorientasi pada perlindungan anak.

Persoalan perkawinan anak merupakan masalah sosial bersama yang membutuhkan sinergi, edukasi, dan penyadaran hukum yang berkelanjutan.

Melalui seminar internasional ini, Badilag memberikan perspektif yang tidak hanya akademik, tetapi juga praktis bagi para hakim, akademisi, dan praktisi hukum, termasuk menjadi rujukan penting bagi PA Palangka Raya dalam penyelesaian perkara serupa di wilayahnya.

Sumber : Badilag

Follow juga akun Media Sosial PA Palangka Raya
Instagram : pa_palangka_raya
facebook : pengadilan agama palangka raya
youtube : PA Palangkaraya

#humasmahkamahagung #ditjenbadilag #pengadilanagama #pa_palangkaraya #pta_palangkaraya

 

 

Berita Selanjutnya