Mewujudkan Keadilan Realitas dalam Putusan Penguasaan Anak (Hak Asuh Anak) Melalui Pendekatan Interkoneksi Sistem
Yudi Hermawan
M. Beni Kurniawan
PENDAHULUAN
Anak merupakan sebuah karunia dan amanah yang dipercayakan Allah S.W.T kepada orang tua. Oleh karenanya sebagai sebuah amanah dari tuhan sudah sepatutnya orang tua dengan kesadaran diri mereka untuk mengasuh, mendidik, dan menjamin kepentingan terbaik anak hingga mereka dewasa. Destinasinya agar anak bertumbuh dengan sehat baik dari aspek fisik maupun mental sebagaimana yang termaktub di dalam konstitusi.1 Regulasi hak asuh anak di Indonesia masih terdapat disparitas mengenai usia anak yang berhak untuk mendapatkan pengasuhan di bawah orang tuanya. Pasal 47 UU No 1/1974 Tentang Perkawinan mengatur anak yang belum memasuki usia 18 tahun berada di bawah kekuasan orang tuanya. Disisi lain Pasal 98 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa kewajiban orang tua untuk mengasuh anak sampai anak tersebut berusia 21 tahun atau sudah menikah. Selain disparitas batas usia anak, polemik juga terjadi ketika kedua orang tua anak bercerai, dimana salah satu efek domino terjadinya perceraian adalah perebutan menyangkut hak asuh anak. Fakta yang sering terjadi di lapangan mantan suami maupun mantan istri saling mengklaim bahwa merekalah yang paling berhak untuk mendapatkan hak pengasuhan anak dan merasa yang paling dapat menjamin secara maksimal kebutuhan anak.