Oleh : Aman (Wakil Ketua PA Baturaja Kelas IA)
E-Mail : amansag69@gmail.com
Kata “filsafat” berasal dari Bahasa Yunani, philosophia artinya (“cinta pada kebijaksanaan”).. Para ahli filsafat seperti Radbruch, Stammler, Kant, sampai Roscoe Pound, mereka semua sepakat bahwa Hukum itu harus mempunya hati. Filsafat Hukum itu bukan teori yang sulit, tapi perjalanan pribadi kita yang membuat faham mengapa kita harus patuh? Karena interaksi hukum dengan denyut nadi kehidupan nyata harus sederhana, namun mendalam ia harus menjadi “jantung yang berdetak untuk keadilan,” yang berarti hukum berfungsi sebagai pelayan untuk merangkul dan membela martabat setiap manusia, bukan menjadi “rantai yang membelenggu” melalui formalitas dan kerumitan yang kaku. Inti dari Filsafat Hukum, yang diserukan dalam pelatihan hakim oleh Badan Strategi Kebijakan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Hukum dan Peradilan MA, melampaui sekadar ‘mengetok palu’ atau kepastian teks (positivisme) ia menuntut keadilan substantif yang dipikirkan dengan penuh kebijaksanaan (epikeia), direnungi dengan empati, dan difahami dengan kejernihan untuk melihat jiwa di balik aturan. Hukum yang ideal harus menyeimbangkan tiga pilar (Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan) demi memastikan bahwa setiap pasal dan keputusan lahir dari niat untuk memanusiakan keadilan bagi semua orang tanpa kecuali.