Sosok Ibu Tak Lekang Oleh Waktu

Ilustrasi Kasih Sayang Ibu Terhadap Buah Hati
Pulang Pisau | pa-pulangpisau.go.id
Peringatan Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember di Indonesia menjadi momentum emosional bagi banyak orang. Di tengah riuh rendah ucapan selamat dan pemberian kado, peringatan ini sesungguhnya menjadi “alarm” bagi umat Islam untuk menengok kembali ajaran Nabi Muhammad SAW yang menempatkan ibu pada posisi yang sangat mulia, bahkan sebagai kunci menuju surga.
Dalam Islam, menghormati ibu bukan sekadar tradisi tahunan, melainkan kewajiban seumur hidup yang dikenal dengan istilah Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orang tua).
Momentum Hari Ibu sering kali mengingatkan kita pada sebuah hadis masyhur yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Hadis ini menegaskan betapa tingginya derajat seorang ibu di mata Rasulullah SAW.
Dikisahkan, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?”
Rasulullah menjawab: “Ibumu.”
Laki-laki itu bertanya lagi: “Kemudian siapa?”
Rasulullah menjawab: “Ibumu.”
Laki-laki itu bertanya lagi: “Kemudian siapa?”
Rasulullah menjawab: “Ibumu.”
Laki-laki itu bertanya lagi: “Kemudian siapa?”
Rasulullah menjawab: “Ayahmu.” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Pengulangan kata “Ibumu” sebanyak tiga kali menunjukkan penekanan yang luar biasa. Para ulama menafsirkan hal ini sebagai bentuk penghormatan atas beratnya perjuangan seorang ibu: mulai dari mengandung dengan susah payah, melahirkan yang mempertaruhkan nyawa, hingga menyusui dan merawat anak tanpa lelah.
Peringatan Hari Ibu juga menjadi waktu yang tepat untuk instrospeksi diri. Di tengah kesibukan duniawi dan karier, sering kali perhatian kepada orang tua terabaikan. Padahal, Nabi Muhammad SAW telah memberikan peringatan keras namun indah mengenai kaitan antara rida orang tua dan rida Tuhan.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda:”Ridai Allah tergantung pada ridai orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR. Tirmidzi)
Hal ini menegaskan bahwa kesuksesan seorang anak, baik di dunia maupun akhirat, sangat bergantung pada doa dan kepuasan hati ibunya. Hari Ibu menjadi pengingat bahwa tidak ada keberkahan dalam hidup seorang anak yang menyakiti hati ibunya.
Tokoh agama dan pendakwah sering mengingatkan bahwa perayaan Hari Ibu sebaiknya tidak berhenti pada status media sosial atau pemberian bunga semata. Esensi dari Birrul Walidain dalam Islam adalah:
Pelayanan Fisik dan Emosional: Merawat mereka saat tua dengan penuh kasih sayang, sebagaimana mereka merawat kita saat kecil.
Bertutur Kata Lembut: Menghindari kata “ah” atau nada tinggi, sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur’an.
Bagi mereka yang ibunya telah wafat, Hari Ibu adalah momen untuk memperbanyak sedekah atas nama orang tua dan menyambung silaturahmi dengan kerabat ibu, yang juga merupakan anjuran Nabi SAW.
Di penghujung tahun ini, Hari Ibu hadir sebagai jeda kemanusiaan dan spiritual. Ia mengajak kita merenung: Sudahkah kita memuliakan sosok yang disebut Nabi tiga kali lebih utama itu?
Sebagaimana sabda Nabi yang mengisyaratkan bahwa surga itu dekat dan mudah diraih bagi mereka yang memiliki orang tua: “Celaka seseorang, ia mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya dalam usia lanjut, namun (karena tidak berbakti) ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim).
Semoga momentum ini menjadikan kita anak-anak yang tahu berterima kasih, tidak hanya di tanggal 22 Desember, tetapi di setiap hembusan napas.
“C.A.T. (Cepat, Aktual, dan Terpercaya), WA/Timred”
![]() |
https://facebook.com/pengadilan.pulangpisau |
![]() |
https://instagram.com/papulangpisau |
![]() |
https://www.youtube.com/@pengadilanagamapulangpisau6777 |
![]() |
https://www.tiktok.com/@pa_pulangpisau |



